Thursday, March 18, 2010

Stop Domestic Violence!


Di suatu negeri antah berantah, hiduplah Cinta. Barang siapa telah berjumpa dengannya, senantiasa ia akan dipenuhi perasaaan yang berbunga-bunga. Cinta bisa membuat jantungmu berdegup kencang layaknya habis mengikuti lombar lari marathon. Cinta bisa membuatmu diserang penyakit malarindu, lebih mematikan dibanding malaria. Buktinya? Lihat aja coretan-coretan di tembok di jalanan. Cinta ditolak, dukun bertindak. Dan cinta juga bisa membuatmu tersenyum tersipu-sipu tanpa sebab, sehingga orang-orang akan menyebutmu gila. Gila cinta.

Di sisi lain di negeri antah berantah ini pula lah, hidup Dusta. Tidak ada seorang pun yang menyukai dusta. Tidak ada satu orang pun yang percaya pada dusta. Dusta hanya membawa luka. Dusta hanya membawa celaka. Dusta hanya menimbulkan paranoid semata. Sehingga, sekali berkata dusta, yang terjadi selanjutnya hanyalah tambal sulam dengan dusta-dusta yang lainnya.

Tidak butuh waktu lama, cinta yang tulus dan polos pun bertemu dengan dusta. Cinta tahu benar bahwa semua kata-kata yang terdengar di telinganya adalah dusta. Tapi, cinta mengalah. Aku terlalu mencintainya. Cinta terluka, tapi ia tak berdaya. Mungkin ini yang namanya cinta buta. Tapi tidak, cinta tidak buta. Ia hanya menutup telinga, akal sehat dan mata hatinya atas semua dusta yang terucap kepadanya.

Hingga suatu hari muncullah Aniaya di antara Cinta dan Dusta. Akibat hasutan-hasutan yang dipenuhi kedustaan, Cinta pun teraniaya. Hatinya luka karena dusta, tubuhnya babak belur teraniaya. Namun, sekali lagi cinta tak berdaya. Aku terlalu mencintainya. Bekas sundutan rokok, tinju mentah dan tamparan keras pun kini menjadi riasan wajah cinta. Dengan berdalih emosi, berdalih cemburu, berdalih ego, berdalih cinta, semua itu dilakukan. Setelah itu, penyesalan dan permohonan maaf tidak akan mengulangi. Klise.

Bukan seperti itu seharusnya cinta. Kita semua ini tidak ada satu pun yang sempurna dan tidak akan pernah lepas dari kesalahan. Hey diam, aku tidak peduli jika kau bilang, "...tapi dia telah melukaiku", atau "...kesalahan dia sangat besar!". Mungkin iya, tapi itu tidak lantas memberikanmu wewenang untuk berdusta dan menganiaya. Coba tanya lagi ke dalam hati, inikah cinta?

Lihatlah perempuan di sampingmu, seharusnya ia memoleskan maskara, blush-on, eyeliner, lipstik dan bedak di atas wajahnya yang cantik. Tapi, lihatlah memar di matanya akibat tinju mentahmu menghitam di matanya. Lihat, darah kental membeku di balik pipinya setelah tamparan keras yang kau lancarkan bertubi-tubi. Bahkan bekas sundutan rokokmu bagaikan pigura yang akan kau lihat untuk waktu yang cukup lama.

Lihatlah pria di sampingmu, betapa banyaknya kerutan di dahinya akibat pertengkaran-pertengkaran dan kesewenang-wenanganmu. Betapa seharusnya ia berdiri dengan penuh wibawa dan bangga di sampingmu, tapi sayangnya kau telah menghujamkan palu godam hingga egonya hancur berkeping-keping.

Coba ingat, kapan terakhir kali kau dan pasanganmu bercanda penuh cinta, bermanja memanjakan, saling mengungkapkan dan mendengarkan. Kemarin? Sebulan lalu? Setahun kemarin? Hmm, sudah tidak ingat kapan?
 Sekali lagi, kita memang hanya makhluk yang jauh dari kesempurnaan. Kita hanya bisa melakukan yang terbaik dengan hati dan akal sehat. So, use it wisely.

Stop domestic violence! Let’s talk with love.

(pictures taken from gettyimages) 

No comments:

Post a Comment